Maaf Yang Tak Terucap

Aku tak tahu, apakah sudah terlambat untuk mengungkapkan semua. Tapi ini harus ku lakukan untuk menebus waktu yang tlah terlewati begitu saja.

Maaf aku pernah menyakiti mu. Menoreh luka pada hari ulang tahun mu yang ke 21. Maaf untuk semua yang ku lakukan, membiarkan mu meringkik kesakitan didalam gelap. Maaf untuk tawa yang telah terasa hambar, mengikis kenangan manis bersama mu.

Itu ku lakukan tanpa sengaja. Hanya untuk menepis rasa pedih dihati ku akan pengecualian mu. Kau tahu aku sakit ketika membiarkan mu pulang dengan tangis, sore itu. Tapi itu ku lakukan juga, menyakiti mu.

Entahlah dimana hati ku waktu itu. Yang ku rasa ia tak bertaut lagi dengan hati mu. Sudah berai. Kita tak lagi saling percaya apalagi peduli. Keegoisan mengikis semuanya.

Seringkali orang mengatakan penyesalan datangnya terlambat. Selalu. Kalimat itu membenarkan semua yang terjadi. Aku menyesal setelah semua tak bisa kembali ke awal. Aku meminta maaf pada mu, tapi tidak mungkin mengulang semua yang pernah ada. Lupakan. Itu lah kata yang tepat untuk mengakhirinya.

Kau tahu, aku merindukan saat-saat bersama mu. Meloncat-loncat, menari, tertawa, menangis bersama. Dan yang paling ku rindukan adalah pelukan terakhir yang ku beri sebagai salam perpisahan, pagi itu. Aku tahu, kita masih sama-sama terluka, tapi kita tak mungkin mengingkari hati yang masih ingin bertaut. Kita menangis bersama, tanpa berkata apa-apa. Aku sakit, kau juga.

Dan keheningan mengucap salam perpisahan pada kita, pagi itu.